Kreket Law education

Kreket Law education

Selasa, 08 Februari 2011

PRAKTEK HUKUM ACARA PERDATA

PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA

*      “HUKUM YANG MENGATUR  TENTANG TATA CARA MEMPERTAHANKAN DAN MENERAPKAN HUKUM MATERIIL INI.” (Hukum Formil/ Hukum acara)

*      Menurut Prof.Dr.Sudikno Mertukusumo,S.H: “HUKUM ACARA PERDATA ADALAH PERATURAN HUKUM YANG MENGATUR BAGAIMANA CARANYA MENJAMIN DITAATINYA HUKUM PERDATA MATERIIL DENGAN PERANTARAAN HAKIM”
*      Dapat pula diartikan : bahwa hukum acara perdata tsb,sebagai rangkaian peraturan – peraturan hukum tentang cara – cara memelihara dan mempertahankan hukum pardata materiil”


SIFAT HUKUM ACR.PERDATA

*      SIAPA MENDALILKAN DIA HARUS MEMBUKTIKAN
*      HAKIM BERSIFAT PASIF
*      MENGIKAT DAN MEMAKSA
*      HAKIM WAJIB MENGGALI SUMBER HUKUM (Pasal 27 ayat 1 UU No.14 Tahun 1970)


SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

*      Berdasarkan pasal 5 UU darurat No.1 tahun 1951 Hkm acara perdata termuat dalam :

1.  HIR (Het IndonesischReglement) yang diperbaharui, S.1848 No. 16,S.1941 No.44.untuk daerah jawa dan madura
2.      R.Bg (Rechtsreglement Buitengewesten) S.1927 No.227 untuk daerah luar jawa dan madura

SUMBER HUKUM ACARA PERDATA LAINNYA:

*      RV (Reglement of deBurgerlijke Rechtsvordering)
*      RO (Reglement of de Rechterlijke Organisatie In Het Beleid de Justitie in Indonesia)
*      BW buku ke 4 dan peraturan kepailitan
*      UU No.14 Tahun 1970,tentang pokok kekuasaan kehakiman
*      UU No.20 tahun 1947, tentang ketentuan banding untuk daerah Jawa dan Madura
*      Yurisprodensi,
*      Adat kebiasaaan
*      Perjanjian internasional
*      Perkara hukum dagang dan perdata
*      Doktrin
*      SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)


PARA PIHAK YANG BERPERKARA
Person : Subjek Hukum (manusia)
RechtPerson : Subjek Hukum (badan Hukum)

PIHAK YANG BERSENGKETA
  1. PENGGUGAT :   Orang yang merasa bahwa haknya telah dilanggar.
  2. TERGUGAT  :  Orang yang ditarik kemuka pengadilan karena ia dianggap/dirasa melanggar hak seseorang


HUKUM PIDANA Lanjut


Kriminalisasi :
·         Masyarakat sepakat
·         Pembuktian bisa dilaksanakan
·         Prinsip hidup manusia
Teori Refending  Afelson : teori penemuan buku /UU.
Ajaran formal : ada perubahan dalam undang – undang pada UU pidana
Ajaran material : ada perubahan dalam undang – undang tapi dalam UU perdatanya
Cth ;
Zinah ,perkosaaan >>>>> harus ada delik aduan
Tindak pidana  : di bagi dua aliran yaitu ;
  1. Aliran monoistis
    • Perbuatan melawan hukum
    • Di rumuskan dalam undang – undang
    • Melawan hukum
    • Kesalahan
    • Mampu bertanggung jawab
  2. Aliran duolistis
Perbuatan
    • Perbuatan manusia
    • Di rumuskan dalam undang – undang
    • Melawan hukum
Orang
·         Kesalahan
·         Mampu bertanggung jawab

Perbuatan bisa di golongkan menjadi 2:
·         Aktif
·         Pasif ,cth : menjadi saksi ,bila anda tahu bisa memberikan ada suatu kejahatan tapi anda tidak melaporkannya .

Dirumuskan dalam undang – undang agar masyarakat tahu tentang aturan tersebut
 ( materi tersebut ) tentang suatu perbuatan ( untuk kepastian hukum ) .

Perumusan Norma:
a)  Norma di rumuskan dengan cara di uraikan satu per satu . Cth : 156 ,154
b)  Hanya menyebut kualisifikasi delik .Cth ; 351
c)  Dengan menggabungkan norma atau pasal dengan delik .Cth ; 338 ,362 ( unsur – unsur + norma delik )
Cara menempatkan norma dan sanksi :
a)  Norma dengan sanksi di tempatkan dalam satu pasal ( KUHP )
b)  Sanksi dan norma di tempatkan terpisah
c)  Sanksinya di cantumkan lebih dahulu tapi normanya belum

Jenis – jenis tindak pidana :
ü      Delik formil = delik yang perumussannya pada perbuatan ( perbuatan selesai )Cth ;penipuan
ü      Delik materiil = delik yang perumusannya menitik beratkan pada akibat   .( 338, 359 )
ü      Delik Comisionis: melanggar larangan
ü      Delik Omisionis : melanggar perintah
ü      Delik Comisionis per Omisionis Comision : melanggar larangan ( membunuh ) tapi tidak melakukan perbuatan.
ü      Delik Dolus :sengaja
ü      Delik kulpa : kealpaan
ü      Delik tunggal : satu kali perbuatan
ü      Delik ganda : melakukan beberapa kali perbuatan
ü      Delik yang berlangsung terus ( 363)
ü      Delik yang tidak berlangsung terus.




UU no 1 thn  1946 mempunyai fungsi : ( jawa dan madura )
ü      Memulihkan kembali aturan WWSVNI.
ü      Membatalkan aturan pidana aturanbala tentara jepang .
UU no 73 thn 1956  seluruh Indonesia menggunakan WWSVNI .

Pertanggung Jawaban
Buku Prof .Soedarto mempunyai pertanyaan mendasr dalam bukunya :
ü      Bilamana pertanggung jawaban di terapkan?
ü      Ukuran apa yang mengaturnya ?
Pertanggung Jawaban :
o       Menurut SIMON : “  bertanggung jawab ialah sesuatu keadaan phisiskis yang membenarkanadanya peerapan sesuatu upaya pemindahan baik di lihat dari sudut umum maupun orang lain “.
Kesimpulan ;
1.      Bahwa seseorang yang bertanggung jawab jika jiwanya sehat yaitu apabilaia mampu menyadari / mengetahui bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum.
2.      Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai kesadaran tsb .
o       Menurut VAN HAMMEL  ‘ bertanggung jawab ialah suatu keadaan normalitas phisikis dan kematangan membawa ketidakmampuan
1.      Mampu untuk mengerti nilai dari akibat perbutannya sendiri .
2.      Mampu untuk menyadari bahwa dalam pandangan masyarakat tidak di perbolehkan
3.      Mampu menentukan kehendaknya atas perbuatannya.
o       Menurut VAN BEHIJLEND” seseorang dapt di pertanggungjawabkan ialah orang yang dapat mempertahankan hidupnya dengan cara yang patut” .
o       Menurut MA ( memori penjelasan Makhamah Agung ) “ pengertian diatas  di artikan negatif ( tidak ada kemampuan bertanggung jawab apabila :
1.      Dalam hal ia tidak ada kebebasanuntuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang di larang / Yaitu dalam UU
2.      Dalam hal ia ada dalam suatu keadaan sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat menginsafi bahwa perbuatan bertentangan dengan hukum .
Kesimpulan
1.      Adanya kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk yang di atur dalam UU/ hukum .
2.      Adanya kemampuan untuk menentukan kehendaknya .Keinsafaan tentang baik buruknya perbuatan tsb .
Trias hukum pidana :
  • Tindak pidana ( melawan hukum )
  • Kesalahan / pertanggung jawaban .
  • Pidana .
Ada beberapa teori dari penjelasan di atas :
  • Klasik                             Perbuatan ( daad stafrecht )
  • Modern
  • Neo Klasik  ; orang ( dader starecht)
                            ( daad dader starecht )
pada azas” kesalahan “ada azas sbb:
“ tiada pidana tanpa kesalahan “( geen straf zonder sculd )
Pada dasarnya kesalahan ada dua :
  1. hal tersebut patut di cela / di caci maki
  2. di lihat dari substansinya
Bentuk Kesalahan :
  1. kesengajaan
                                                         bentuk kesalahan
  1. kealpaan
  2. arti luas (pertanggung jawaban )
Kesalahan arti sempit ( kelalaian)
Unsur Kesalahan :
  1. adanya pertanggungjawaban bagi si pembuat ( jiwa normal )
  2. hubungan batin antara pembuat dengan perbutannya ( kesengajaan dan kealpaan )
  3. tidak adanya penghapus kesalahan /pemaaf .
    • Delik biasa ( tidak bisa di cabut perkaranya ) saat ini ,memerlukan adanya laporan ( baik sesudah atau pun sebelum kejadian )Cth 362,372
    • Delik aduan : boleh di cabutperkaranya max 3 bulan ) , harus ada pengaduan .Yang penunuttannya ada pengaduan juga harus ada permintaan menuntut secara hukum . Delik aduan di bagi dua :
1.      delik aduan Absolut : delik ini di buat untuk pengaduan murni Cth ; 284 ,310 – 319 , 332, 322 yang di tuntut perbuatannya
2.      delik aduan relatif : Cth 367

delik biasa : 362 KUHP
delik ringan :365 KUHP
delik pemberatan : 363 KUHP







Senin, 07 Februari 2011

HUKUM AGRARIA

Hukum Agraria Lama :       
(“ ialah hukum agraria yang berlaku sampai dengan keluarnya UUPA tgl 14 september 1960 – UU no 5 1960 ”) .Hukum agraria lama di bagi :
a.      Hukum agraria adat
Keseluruhan hukum yang bersumber pada hukum adat .Sehingga tanah – tanah yang tunduk pada hukum adat di sebut hukum adat .Cth :
~        Tanah adat Yassan
~        Tanah hak ulayat
~        Tanah hak gogolan
~        Tanah hak sorongan
b.      Hukum agraria barat
Ialah kaidah hukum yang bersumber kepada hukum perdata khususnya BW .Sehingga tanah yang tunduk kepada BW di sebut tanah Barat /Eropa .Cth :
~        Tanah Hak Eighendom
~        Tanah Hak Opstal
~        Tanah Hak Erfacht
c.       Hukum agraria antar golongan
Suatu kaidah hukum yang akan menyelesaikan peraturan mana yang akan di terapkan dalam hal terjadi hubungan hukum dengan tanah yang subjek hukumnya tunduk kepada hukum barat dan adat .
d.      Hukum agraria administrastif
Ialah suatu kaidah hukum yang di pegang oleh pemerintah baik pusat atau daerah sebagai penguasa sebagai politik agaria di Indonesia .

Sumber – Sumber Hukum Agraria Lama:
I.       Agrarishwet ( 1870) Uuno 118 psl 51 (Is) Indishe stachregeling .
Isinya ,seorang Gubjend dilarang menjual tanah – tanah milik rakyat .Disana dulu hanya ada tanah hak eighendom dan tanah adat .Kemudian lahir ( so ) tanah boleh di sewa selama 75 tahun dan tempat pengembalian disediakn Hindia Belanda .
II.    Agrarise Beshuit ( 1870 ).
Psl I AB : memuat suatu azas yang di sebut dengan Domain in Verluaring “ semua tanah ialah milik negara .Kecuali , rakyat bisa membuktikan sebaliknya ( untuk jawa dan Madura ada Ferbonding ) .Tanah negara di bagi menjadi 2 macam ( Domain Veriaring ) :
~        Tanah negara langsung ( Vry Land Domain )
~        Tanah negara tidak  langsung(On Vry Land Domain)

III. Vervonding Verbond ( Larangan Pengasingan Tanah ) .


IV. KUH Perdata ( BW ) ( Hak – hak kebendaan )
V.     Gronhur Ordinatie  ( penguasan tanah oleh Bupati / penguasa daerah )
Pemberian tanah oleh raja kepada hamba – hambanya di sebut : ( Stetsel Apannage ).
~        Stetsel Bengkok
~        Stetsel Glebegan

Hukum Agraria Baru :
ialah hukum agraria sejak adanya UUPA tgl 14 september 1960 – UU no 5 1960 hingga sekarang .
penafsiran dari keterangan di atas berarti :
 Menghapus,Menambah Hak milik Barat , Hak Milik Adat

contoh surat kuasa

       seringkali orang awam di bingungkan dengan pelunasan BPKB di perusahaan leasing multi finance ketika pengambilan  BPKB asli hendak diambil bukan oleh debitur seperti yang tertera dalam perjanjian konsumen dan di mintailah oleh perusahaan tersebut untuk membuat surat kuasa,Berikut ini contoh SURAT KUASA tersebut, semoga bermanfaat.



SURAT KUASA



Yang bertanda tangan di bawah ini      :
Nama             :
Alamat           :
No. KTP         :

Memberi kuasa penuh kepada               :          
Nama             :
Alamat           :                      
No. KTP         :

Untuk mengambil BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Kendaraan Bermotor) dan Faktur Kendaraan di PT. xxxxxx FINANCE dengan data – data sebagai berikut :
Merk                           :
Jenis Model               :
No. Rangka               :
No. Mesin                  :
No. Polisi                   :
Nama Konsumen      :
No. PK                       :
Demikian surat kuasa ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.

 Tegal,
Yang menerima Kuasa                                                      Yang memberi Kuasa


Materai
Rp.6.000,-
 (                                )                                                          (                                   )

Penyusunan Kontrak

         Penyusunan Kontrak
           Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya persiapan atau perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan tersebut sudah dimulai. Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a). Prakontrak
a. Negosiasi;
b. Memorandum of Undersatnding (MoU);
c. Studi kelayakan;
d. Negosiasi (lanjutan).
b). Kontrak
a. Penulisan naskah awal;
b. Perbaikan naskah;
c. Penulisan naskah akhir;
d. Penandatanganan.
c). Pasca kontrak
a. Pelaksanaan;
b. Penafsiran;
c. Penyelesaian sengketa.
Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung.
Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding (MoU). MoU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum merupakan kontrak, penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan kontrak.
Setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan atau pedoman sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Apabila diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya dituangkan dalam kontrak.
Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.
Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam perundang-undangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut :
(1) Judul;
(2) Pembukaan;
(3) Pihak-pihak;
(4) Latar belakang kesepakatan (Recital);
(5) Isi;
(6) Penutupan.
Judul harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas misalnya Jual Beli Sewa, Sewa Menyewa, Joint Venture Agreement atau License Agreement.
Berikutnya pembukaan terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya dirumuskan sebagai berikut :
Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari ini Senin tanggal dua Januari tahun dua ribu, kami yang bertanda tangan di bawah ini.
Setelah itu dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. Sebutkan nama pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan bertindak untuk siapa. Bagi perusahaan/badan hukum sebutkan tempat kedudukannya sebagai pengganti tempat tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak pada perjanjian jual beli sebagai berikut :
1. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/untuk dan atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut penjual;
2. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/selaku kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut pembeli.
Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya kesepakatan (recital). Contoh perumusannya seperti ini :
dengan menerangkan penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli telah membeli dari penjual sebuah mobil/sepeda motor baru merek .... tipe .... dengan ciri-ciri berikut ini : Engine No. .... Chasis ...., Tahun Pembuatan .... dan Faktur Kendaraan tertulis atas nama .... alamat .... dengan syarat-syarat yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli seperti berikut ini.
Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi kontrak yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu. Isi kontrak paling banyak mengatur secara detail hak dan kewajiban pihak-pihak, dan berbagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati bersama.
Jika semua hal yang diperlukan telah tertampung di dalam bagian isi tersebut, baru dirumuskan penutupan dengan menuliskan kata-kata penutup, misalnya,
Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya atau kalau pada pembukaan tidak diberikan tanggal, maka ditulis pada penutupan. Misalnya :
Dibuat dan ditandatangani di .... pada hari ini .... tanggal .... Di bagian bawah kontrak dibubuhkan tanda tangan kedua belah pihak dan para saksi (kalau ada). Dan akhirnya diberikan materai. Untuk perusahaan/badan hukum memakai cap lembaga masing-masing. Jika kontrak sudah ditandatangani berarti penyusunan sudah selesai tinggal pelaksanaannya di lapangan yang kadangkala isinya kurang jelas sehingga memerlukan penafsiran-penafsiran.

Azas – Azas Hukum Kontrak

COPYRIGHT By Yan Hardian Syah,SH   


Azas Hukum Kontrak terdiri atas 5 macam yaitu :
1.Azas kebebasan Berkontrak itu sendiri,
Asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan “Setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.” Azas Kebebasan berkontrak dapat di analisis dari ketentuan pasal 1338 KUHPerdata. Dari pasal tersebut ada beberapa kebebasan kepada para pihak untuk :
a.       membuat atau tidak membuat perjanjian
b.      mengadakan perjanjian dengan siapapun
c.       menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
d.      menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.[1]
2.Azas Konsualisme
       Dapat di simpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Dalam pasal itu di tentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan Kedua belah pihak. Azas ini merupakan azas yang merupakan azas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi  cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak[2].
3.Azas Pacta Sunt Servada ( Azas Kepastian Hukum )
Merupakan azas kepastian hukum yang berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang di buat oleh para pihak[3]. Hal ini, dapat disimpulkan dalam pasal 1338 KUHPerdata, yang berbunyi : ” Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang ”.
4.Azas Itikad Baik ( Goede Trouw )
           Dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: ”Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik” Azas itikad baik merupakan azas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus bisa melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak”[4].
5.Azas Kepribadian
Azas ini menentukan bahwa seorang yang akan melakukan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat di lihat dari pasal 1315 dan pasal 1340. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi ”Pada umumnya seseorang tidak mengadakan perikatan selain untuk dirinya sendiri”. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi, ”Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya”[5].
Maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut :
1.      Kesepakatan para pihak dalam perjanjian
2.      Kecakapan para pihak dalam perjanjian
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal
Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).[6]
Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya mampu di pertanggung jawabkan secara hukum yakni telah dewasa yaitu telah berusia 21 tahun atau telah menikah (Pasal 330 KUHPerdata), tidak dalam perwalian, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. 
Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curatornya. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak.
Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.
Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku.  Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian[7].



[1] Salim HS..2003.Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak.Jakarta : Sinar Garfika.Hal; 9
[2] Ibid, Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak Hal ; 10
[3] Ibid, Hal ; 10
[4] Ibid,Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak Hal ; 9 – 10
[5] Ibid, Hal ; 9-12.

[6]Hetty Hassanah,2006. Tinjauan  Hukum  Mengenai  Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Dihubungakan Dengan Buku III KUHPerdata .http://advokat-rgsmitra.com/

[7] http://advokat-rgsmitra.com/

Istilah dan Pengertian Hukum Kontrak

COPYRIGHT By Yan Hardian Syah,SH              

Hukum kontrak adalah terjemahan dari bahasa Inggris, Yaitu Contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda di sebut dengan istilah Overeenscomstrecht. Dalam sebuah market terdapat berbagai macam kontrak yang di lakukan oleh pelaku usaha. Ada pelaku usaha yang mengadakan perjanjian jual beli, sewa – menyewa, beli sewa, leasing dan lain – lain. Artinya hukum kontrak adalah sebagai aturan  hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan tertentu.
Pengertian dari kontrak/perjanjian “Keseluruhan dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum [1].”
Sedangkan menurut teori baru yang di kemukakan oleh Van Dunne, yang di artikan dengan perjanjian adalah :
“ Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum[2].
Dari definisi perjanjian diatas adalah sebagai berikut :
1.      Tidak Jelas, karena setiap perbuatan dapat di sebut perjanjian.
2.      Tidak tampak azas konsensualisme Dalam azas ini dapat di simpulkan dalam pasal 1320 KHUPerdata ayat (1). Azas ini merupakan azas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang di buat oleh kedua belah pihak.
3.      Bersifat dualisme, Karena di dalam perjanjian ini mengikatkan diri terhadap para pihak. Dapat berdampak bahwa seolah – olah ada pihak yang saling bergantung sebagai pihak yang lemah dan pihak yang kuat. Karena seharusnya dalam perjanjian itu di buat guna kedudukan para pihak itu sama di mata hukum. Dalam arti mempunyai kekuatan hukum melakukan pembelaan ketika salah satu pihak ingkar dalam suatu perjanjian tersebut[3].
Tidak jelasnya definisi ini di sebabkan dalam rumusan tersebut hanya di sebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun di sebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu, maka harus dicari dalam doktrin. Menurut doktrin lama yang di sebut perjanjian adalah :
“ Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.[4]
Dalam definisi ini telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh / lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur – unsur perjanjian, menurut teori lama adalah sebagai – berikut:
1.      Adanya perbuatan hukum.
2.      Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang.
3.      Persesuaian kehendak harus di publikasikan/ dinyatakan.
4.      Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih.
5.      Pernyataan kehendak ( Wilsverklaring ) yang sesuai harus saling   bergantung satu sama lain.
6.      Kehendak di tujukan untuk menimbulkan akibat hukum,
7.      Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik,
8.      Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang – undangan [5].
 Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur  saja.  Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, secara khusus azas Asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan “Setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.”


[1] Salim HS..2003.Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak.Jakarta : Sinar Garfika.Hal,4.
[2] Loc.Cit,Hal ; 4
[3] Ibid,Hal.25.
[4] Ibid.Hal,25.

[5] Op.Cit.Hal,9-12.