Kreket Law education

Kreket Law education

Senin, 07 Februari 2011

Azas – Azas Hukum Kontrak

COPYRIGHT By Yan Hardian Syah,SH   


Azas Hukum Kontrak terdiri atas 5 macam yaitu :
1.Azas kebebasan Berkontrak itu sendiri,
Asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan “Setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.” Azas Kebebasan berkontrak dapat di analisis dari ketentuan pasal 1338 KUHPerdata. Dari pasal tersebut ada beberapa kebebasan kepada para pihak untuk :
a.       membuat atau tidak membuat perjanjian
b.      mengadakan perjanjian dengan siapapun
c.       menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
d.      menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.[1]
2.Azas Konsualisme
       Dapat di simpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Dalam pasal itu di tentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan Kedua belah pihak. Azas ini merupakan azas yang merupakan azas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi  cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak[2].
3.Azas Pacta Sunt Servada ( Azas Kepastian Hukum )
Merupakan azas kepastian hukum yang berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang di buat oleh para pihak[3]. Hal ini, dapat disimpulkan dalam pasal 1338 KUHPerdata, yang berbunyi : ” Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang ”.
4.Azas Itikad Baik ( Goede Trouw )
           Dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: ”Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik” Azas itikad baik merupakan azas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus bisa melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak”[4].
5.Azas Kepribadian
Azas ini menentukan bahwa seorang yang akan melakukan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat di lihat dari pasal 1315 dan pasal 1340. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi ”Pada umumnya seseorang tidak mengadakan perikatan selain untuk dirinya sendiri”. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi, ”Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya”[5].
Maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut :
1.      Kesepakatan para pihak dalam perjanjian
2.      Kecakapan para pihak dalam perjanjian
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal
Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).[6]
Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya mampu di pertanggung jawabkan secara hukum yakni telah dewasa yaitu telah berusia 21 tahun atau telah menikah (Pasal 330 KUHPerdata), tidak dalam perwalian, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. 
Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curatornya. Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak.
Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.
Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku.  Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian[7].



[1] Salim HS..2003.Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak.Jakarta : Sinar Garfika.Hal; 9
[2] Ibid, Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak Hal ; 10
[3] Ibid, Hal ; 10
[4] Ibid,Hukum Kontrak.Teori dan Teknik Penyusunan  Kontrak Hal ; 9 – 10
[5] Ibid, Hal ; 9-12.

[6]Hetty Hassanah,2006. Tinjauan  Hukum  Mengenai  Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Dihubungakan Dengan Buku III KUHPerdata .http://advokat-rgsmitra.com/

[7] http://advokat-rgsmitra.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar